Spirituality

Berbicara Mengenai Ketuhanan…

Sebagai penutup, saya ingin sedikit bercerita bagaimana kita seharusnya bersikap dalam keberagamaan di antara sesama manusia. Ilustrasi ini mungkin dapat sedikit menyadarkan tentang bagaimana agama itu ada dan menjadi eksistensi yang nggak dapat terelakkan di kehidupan kita.

Ilustrasi salah satu gerai fast food.

Ada seseorang yang bernama si A. Ia dari dulu gemar sekali makan di McDonald’s. Suatu hari, si A bertemu dengan si B yang merupakan penggemar berat KFC. Si B mengajak si A untuk makan bersama di KFC dan berseloroh bahwa KFC adalah gerai fast food nomor satu dan tidak ada yang bisa mengalahkannya. Namun, si A mengutarakan ketidaksetujuannya dan membalas bahwa McDonald’s-lah yang merupakan gerai fast food terenak di dunia, karena memang sejak dulu si A adalah pelanggan setia McDonald’s.

Karena perdebatan di antara mereka tidak kunjung selesai, pada akhirnya si A dan si B pun bertengkar. Kemudian, datanglah si C yang melerai mereka berdua. Si A dan si B menanyakan kepada si C gerai fast food mana yang terbaik antara McDonald’s atau KFC. Si C tersenyum dan mengatakan kepada mereka bahwa gerai fast food favoritnya selama ini adalah Rocket Chicken. Alasannya sederhana, karena Rocket Chicken memiliki harga yang lebih murah yang bisa disesuaikan dengan kapasitas penghasilannya dan rasanya pun nggak kalah enak dibandingkan McDonald’s dan juga KFC.

Dari sini, bisa kita pelajari bahwa seluruh gerai fast food pastilah menggunakan bahan baku ayam mentah sebagai menu utamanya. Sedangkan, masing-masing gerai memiliki resep andalannya sendiri dalam mengolah ayam-ayam mentah tersebut sehingga mereka memiliki penggemar dan pelanggan setianya masing-masing. Kalau urusan rasa, kita tidak bisa berargumen manakah yang lebih enak jika masing-masing gerai mempunyai pelanggan setianya. Pelanggan setia McDonald’s belum tentu suka dengan ayam-ayam olahan KFC, begitu pula pelanggan setia KFC belum tentu sreg dengan ayam-ayam masakan McDonald’s, dan juga beberapa pelanggan setia gerai-gerai lainnya.

Demikian juga halnya dengan agama.

Ketuhanan merupakan aspek utama dalam hal keagamaan, karena fungsi dari agama sendiri adalah untuk memberi pedoman bagaimana manusia bisa beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita ibaratkan, konsep Ketuhanan merupakan ayam-ayam mentah tersebut. Semua ayam mentah yang digunakan sudah pasti sama bentuknya, sama warnanya, sama rasanya, dan sama jenisnya. Tinggal bagaimana cara mengolah ayam-ayam tersebut sehingga sesuai dengan lidah orang-orang yang memakannya. Dalam hal ini, konsep Ketuhanan tersebut ‘diolah’ berdasarkan bagaimana orang-orang dapat menerimanya dengan baik. Dari situlah agama pun tercipta. Maka dari itu, agama-agama besar di dunia pun tercipta dari berbagai negara maupun daerah yang berbeda, menyesuaikan kondisi sosial dan budaya orang-orang dimana agama tersebut diciptakan.

Maka dari itu, perdebatan tentang agama manakah yang lebih baik tidak akan pernah ada habisnya karena tidak ada jawaban yang benar sama sekali. Pemeluk Katolik tidak akan mengerti tentang ajaran Islam, orang-orang Muslim pun juga tidak akan nyaman beribadah sesuai dengan ajaran Kristen. Meskipun berbeda-beda caranya beribadah dan cara penyampaiannya, konsep tunggal yang digunakan di berbagai agama tetaplah sama: Ketuhanan. Jadi, jika kita berbicara tentang agama dan Ketuhanan, aspek yang selalu dipakai adalah soal rasa, bukan soal logika. Sebab orang kalau mau beribadah harus sesuai keyakinannya, supaya nyaman dijalani. Kenyamanan sudah tentu ada kaitannya dengan rasa.

Jadi yah… kesimpulannya, dalam hidup lebih baik kita belajar untuk benar dalam merasa, bukan membiasakan untuk selalu merasa benar. 🙂

Tinggalkan komentar